Total Tayangan Halaman

Selasa, 26 Agustus 2014

Peran Seorang Wanita dalam Diri Seorang Pemimpin (Keluaran 2:1-10)

sumber mbah google



Berbicara tentang kepemimpinan maka banyak orang akan memberikan defenisnya tentang hal tersebut. Meminjam istilah dalam bahasa jawa ada tiga pemahaman yang lumrah dianggap sebagai orang sebagai defenisi dari kepemimpinan, yakni “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani” (“di depan menjadi teladan, di tengah membangkitkan semangat, dari belakang mendukung”). Dari ketiga istilah di atas, kita dapat melihat bahwa begitu kompleksnya peran seorang pemimpin. Ada orang yang mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan ada juga yang mengatakan bahwa pemimpin itu hasil dari pembentukan/proses. Saya melihat bahwa kedua hal ini benar, karena kalau pemimpin itu tidak dilahirkan bagaimana mungkin ia bisa hadir didunia ini J dan kemudian proseslah yang membawa orang tersebut menjadi seorang pemimpin.
Begitu banyak tokoh kepemimpinan yang kita kenal atau bahkan kita kagumi seperti para pemimpin dunia Obama, Soekarano, dll. Namun pertanyaannya adalah apakah mereka itu otomatis menjadi seorang pemimpin yang seperti kita kenal selama ini? Ternyata banyak hal yang mempengaruhi mereka sehingga mereka bisa seperti itu bukan. Orang tua, keluarga, teman, sahabat, sekolah, lingkungan, dan masih banyak hal lain yang menjadi pendukung mereka untuk bisa menjadi seperti pemimpin yang kita kenal.

Yuk, belajar dari salah satu tokoh Alkitab yaitu Musa. Keluaran 2:1-10 (perhatikan kata kerja yang digaris bawahi)

Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi, lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. Kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia. Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya. Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani." Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?" Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu. Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya. Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air."

Dari alur cerita di atas semua kata kerja (yang digaris bawahi), semua subjek kata kerjanya adalah feminine (perempuan/she). Dan objeknya hampir semuanya mengarah kepada bayi yang baru lahir yaitu Musa. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal permulaan hidup Musa, yang sangat berperan penting adalah wanita-wanita. Mulai dari ibunya, kakaknya, lalu putri Firaun (semua terlihat dari kata kerja feminine-nya. Wanita-wanita inilah yang boleh Tuhan pakai untuk menyelamatkan Musa hingga pada akhirnya ia bisa menjadi pemimpin besar bangsa Israel. Tanpa ‘kecerdikan’ dari ibunya, mungkin Musa sudah dibantai oleh prajurit Firaun. Tanpa keberanian dari kakanya (Miryam), tidak akan ada  orang yang bisa mendidik Musa dengan nilai-nilai yang takut akan Tuhan, dan tentunya tanpa putri Firaun, yang kekuasaan dan perannya dipakai oleh Tuhan, mungkin Musa tidak akan terselamatkan. Hal yang menarik adalah bagaimana Tuhan memakai para wanita-wanita ini untuk menyelamatkan Musa dan akhirnya bisa menjadi pemimpin besar. Tokoh yang lainnya adalah Hana ibu Samuel. Hana yang selalu setia berdoa di Bait Allah untuk memperoleh anak, meskipun ia sering disindir, tapi ia tetap kekeh berdoa kepada Tuhan. Dan akhirnya ia melahirkan Samuel yang cukup memiliki peran besar dalam sejarah bangsa Israel.

Dalam konteks orang Yahudi, seorang perempuan memiliki posisi yang kesekian alias tidak terlalu dianggap. Dalam konteks era saat ini pun posisi seorang wanita masih tidak begitu dianggap bukan. Dan mungkin juga ada wanita-wanita (khususnya dalam hal ini adalah ibu/istri) yang merasa bahwa tidak bisa berbuat apa-apa. Dan mungkin sebagian pria juga mengabaikan hal ini bahwa wanita memiliki peran yang sangat penting dalam lahirnya seorang pemimpin.

Dalam kehidupan keseharian anak, sebagian besar membuktikan bahwa anak itu lebih memiliki banyak waktu bersama ibunya daripada dengan sang ayah. Sehingga yang memiliki peran yang paling banyak terhadap kehidupan si anak adalah ibu (walaupun sebenarnya dalam mendidik anak adalah tugas kedua orang tua, tapi realita membuktikan bahwa waktu sang ibu lebih banyak dibandingkan dengan si ayah).

Oleh sebab itu wanita harus benar-benar memanfaat kan hal ini untuk menolong kehidupan sang anak untuk menjadi seorang pemimpin yang memberkati banyak orang. Tradisi boleh melihat wanita dinomor urutan kesekian, tapi Tuhan tidak melihat sama seperti bagaimana manusia melihatnya. 

:)