Total Tayangan Halaman

Kamis, 13 September 2012

Siapakah Sesamaku Manusia?


SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA?
(LUKAS 10:25-37)

Syalom!!!!!!!!
            Satu pertanyaan yang cukup menarik dan patut kita renungkan “Siapakah sesamaku manusia?” Pertanyaan ini dilontarkan oleh Ahli Taurat pada waktu itu, dengan satu tujuan untuk mencobai Yesus. Namun bukan sikap mencobai Yesus yang akan kita bahas pada saat ini namun pertanyaan Ahli Taurat ini yang perlu kita renungkan bersama “Siapakah sesamaku manusia?”.
            Percakapan ini dimulai dari seorang Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus, “Guru apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup kekal?”. Pada ayat yang ke-26 Tuhan Yesus menjawab, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?”. Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan ini, sebab Tuhan Yesus tahu bahwa Ahli Taurat ini mengetahui jawabannya. Ia adalah seorang Ahli Taurat yang tentunya membaca Taurat setiap hari. Orang Yahudi ortodoks yang ketat biasanya memakai kotak-kotak kecil yang disebut “phylactery” yang berisikan ayat-ayat tertentu dari Alkitab dan digantungkan di sekeliling jubah mereka (ayat-ayat tertentu  itu adalah Kel. 13:1-10; Ul. 6:4-9; 11:13-20).
            Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."(27). Pada ayat inilah terlihat bahwa Ahli Taurat tersebut sedang mencobai Yesus. Sebenarnya ia telah tau jawabannya. Tuhan Yesus berkata, perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.
            Ahli Taurat bertanya “Siapakah sesamaku manusia?”
            Siapakah sesamaku manusia? Bagi orang Yahudi, yang menjadi sesamanya adalah orang-orang sebangsanya. Di luar itu adalah bangsa kafir. Orang Yahudi adalah keturuan Abraham, yang mana keturunan Abraham dibedakan dari semua bangsa lainnya. Israel menyadari dirinya sebagai bangsa yang secara unik dibedakan dari bangsa-bangsa lain, karena dipisahkan bagi Tuhan Allah sesudah keluaran dari Mesir (Ul. 26:5).
            Pertanyaan yang penting, adalah bukan siapakah sesamaku manusia?, namun yang terpenting adalah “Apakah saya membawakan diri sebagai seorang sesama manusia?
            Menurut saudara-saudara siapakah sesama manusia? Apakah orang-orang yang setiap hari kita jumpai dan kita sapa? Apakah sesama kita itu hanya teman-taman kita di gereja atau di sekolah? Apakah sesama kita itu hanya orang-orang yang seiman dengan kita? Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan ini, namun Tuhan Yesus menceritakan suatu perumpamaan.
            Tuhan Yesus mengisahkan tentang seorang yang melakukan perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho. Jalan ini merupakan jalan yang sangat berbahaya, karena sering terjadi perampokan di situ. Orang yang diceritakan oleh Tuhan Yesus, tidak ketinggalan untuk mengalami hal serupa. Ketika orang itu sudah sekarat, lewatlah seorang imam, orang Lewi, dan orang Samaria.
-          Datanglah seorang Imam, namun ia tergesa-gesa menghindar. Karena ia takut akan menjadi najis, sehingga mengakibatkan ia tidak bisa melayani di Bait Allah. Baginya Bait Allah dengan segala liturginya lebih berharga dari seorang manusia yang membutuhkan pertolongan.
-          Datang seorang Lewi, ia mendekat namun kemudian menghindar.Mungkin saja ia berpikir bahwa ini adalah taktik dari para perampok. Bagi orang Lewi yang terpenting adalah keamanan diri sendiri.
-          Kemudian datang seorang Samaria. Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria . Namun orang Samaria ini, menerobos gap di antara mereka, dan ia menolong orang yang dirampok tersebut.


Melalui cerita ini Tuhan Yesus memberi jawaban atas pertanyaan Ahli Taurat tersebut
Siapakah sesamaku manusia?
1.      Setiap orang yang saya jumpai dalam hidup saya
Dari kisah yang diceritakan oleh Tuhan Yesus, Yesus mau menunjukan kepada orang-orang Yahudi, bahwa pemahaman mereka selama ini tentang siapa sesama mereka adalah salah. Sesama mereka bukanlah hanya sebatas sesama orang Yahudi saja, namun bangsa lain adalah sesama mereka juga. Tuhan Yesus mau mematahkan pikiran fundamental mereka, yang berpikir bahwa mereka lebih baik dari bangsa lain (khususnya orang Samaria dalam cerita ini). Tuhan Yesus menunjukkan bahwa orang Samariapun bisa berbuat baik.
Ilustrasi: Tokoh-tokoh agama kristen yang bergerak dalam bidang misi kemanusia:
-          Bunda Teresa
-          Daniel Alexander
Kedua tokoh ini adalah dua generasi yang berbeda. Bunda Teresa sudah wafat, dan Pak Daniel Alexander masih hidup sampai sekarang. Bunda Teresa meninggalkan kehidupannya di Biara, hanya untuk orang-orang terpinggirkan di Calcuta. Bunda Teresa membalut luka orang Calcuta, menghibur hati yang sedih, dan ia menempatkan kembali orang-orang terpinggirkan ini sebagai manusia. Pak Daniel Alexander adalah orang Surabaya, yang sekarang tinggal di Nabire, Papua. Beliau mengabdikan dirinya untuk orang-orang di pedalaman Papua. Sebagian besar pedalaman Papua mengecap pendidikan karena misi beliau. Dan banyak anak-anak pedalaman Papua yang telah berhasil ia sekolahkan.
Mungkin kita berpikir “Apakah artinya orang-orang Calcuta yang jorok itu bagi Bunda Teresa atau apakah artinya orang-orang pedalaman Papua itu bagi Pak Daniel Alexander, sehingga mereka meninggalkan kehidupannya yang menyenangkan?”
Kedua tokoh ini sadar bahwa orang-orang Calcuta dan orang di pedalaman Papua adalah orang-orang yang perlu dikasihani. Mereka sadar bahwa orang-orang yang mereka layani adalah orang yang sama dengan mereka, yaitu sebagai manusia, hanya saja keadaan seolah menjadikan mereka bukan manusia.
Setelah kita mengetahu siapa sesama kita apakah yang harus kita lakukan?

2.      Menempatkan diri sebagai sesama bagi orang lain
Pada akhir cerita ini, Tuhan Yesus bertanya kepada Ahli Taurat tersebut “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Ahli Taurat itu menjawab “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya”.
Saudara-saudara, apakah Imam dan orang Lewi yang lewat saat itu tidak tau bahwa itu adalah sesama mereka? Sebenarnya mereka tau bahwa orang yang telah terkapar itu adalah sesama mereka, namun inilah yang disebut hanya sebatas tau. Tahu bahwa orang lain adalah sesamanya. Dari cerita ini Tuhan Yesus mau menunjukkan bahwa pertanyaan yang terpenting bukanlah siapa sesamaku manusi, namun yang terpenting adalah “Apakah saya membawakan diri saya sebagai sesama bagi orang lain?”
Tuhan Yesus memberikan contoh 3 orang (imam, orang Lewi, dan orang Samaria). Orang Samarialah yang berhasil menempatkan dirinya sebagai sesama bagi orang lain, sedangkan yang duanya (imam dan orang Lewi) terjerat dalam legalitas keagamaan. Inilah wujud dari sebuah kasih, yang mana kasih tidak hanya sekedar perasaan saja, namun harus disertai dengan tindakan. Orang Samaria tidak mungkin bisa menolong orang yang sekarat itu, mengingat orang itu adalah musuhnya, tanpa ia memiliki kasih yang peduli kepada orang lain. Kasih tidak hanya menjadi perasaan saja, tidak hanya sekedar ucapan yang muluk-muluk saja, namun harus menjadi nyata dalam perbuatan praktis, tanpa adanya nepotisme.
Saudara-saudara sudahkah kita menempatkan diri kita sebagai sesama bagi orang lain? Atau justru kita menutup mata akan apa yang terjadi disekitar kia?
Ilustrasi
            Seorang Raja sedang bergumul tentang beberapa pertanyaan yang muncul dari dalam dirinya sendiri, dan tidak bisa dijawab oleh orang lain. Raja ini bergumul tentang 3 pertanyaan:
1.      Sebagai manusia yang hidup di dunia, apakah yang harus saya lakukan?
2.      Kapan saya melakukan hal tersebut?
3.      Kepada siapa saya melakukan hal tersebut?
Sang Raja mengumpulkan para penasehatnya, ahli-ahli nujum ia kumpulkan supaya mereka bisa menjawab pertanyaan tersebut, namun tidak ada satu jawabanpun dari mereka yang bisa memuaskan sang raja. Setelah beberapa saat, sang raja mendengar bahwa ada seorang bijak yang tinggal di dalam hutan. Kemudian sang raja bersama pengawalnya pergi ke hutan, namun yang pergi menemui orang tua bijak itu hanyalah raja sendiri, pengawalnya menunggu di pinggir hutan. Raja akhirnya bertemu dengan orang tua tersebut. Raja bertanya dengan penuh hormat kepada orang tua tersebut “Pak tua, saya mau bertanya, apakah yang harus saya lakukan dalam hidup ini? kapan saya melakukan hal tersebut? dan kepada siapa saya melakukan hal tersebut?” Namun sang bijak tidak menghiraukan pertanyaan sang raja, justru ia terus melanjutkan aktifitas yakni bercocok tanam di halaman gubuknya. Sang raja bertanya untuk yang kedua kalinya, namun orang bijak tersebut masih belum menjawabnya. Akhirnya sang raja tidak bertanya lagi, namun ia membantu pak tua tersebut untuk menanam beberapa tanaman. Tidak lama kemudian, dari balik pohon-pohon yang mengelilingi gubuk pak tua, keluarlah seorang laki-laki tidak kenal, yang berlumuran dengan darah. Dengan inisiatif, sang raja memberi pertolongan kepada pemuda tersebut.
Sang raja membalut luka pemuda tersebut, setelah siuman pemuda tersebut menjelaskan apa yang ia alami. Ternyata ia adalah orang yang ingin membunuh raja, namun dihalau oleh pengawal raja. Sang raja hanya tersenyum dan membiarkan pemuda itu beristirahat. Pak tua akhirnyua buka mulut untuk bicara dengan raja “Paduka raja telah menemukan jawaban dari pertanyaan paduka.”
“Bagaimana bisa?” Tanya sang raja.
Pak tua menjelaskan “Perbuatan menolong pemuda tadi adalah suatu kebaikan, dan kebaikanlah yang harus kita lakukan dalam hidup ini, karena kita dilahirkan untuk kebaikan. Kebaikan itu tidak perlu ditunda-tunda, namun hendaknya dilakukan saat ini juga. Seandainya pemuda tadi tidak segera ditolong mungkin ia akan mati. Hari esok siapa yang tahu, apakah kita hidup atau mati. Seekor ayam tidak tau apa yang terjadi dengannya besok, apakah menjadi ayam jago atau menjadi ayam goreng. Lakukanlah kebaikan itu bagi setiap orang yang kita jumpai dalam hidup ini. Mungkin kita tidak mengenal mereka, namun mereka membutuhkan kebaikan kita. Paduka raja tidak mungkin bisa melakukan kebaikan untuk semua orang dimuka bumi ini, namun paduka bisa melakukannya untuk orang-orang yang paduka temui, seperti pemuda tadi.”
Saudara-saudara pernahkah kita bertanya tentang hal ini dalam kehidupan kita? Mari kita merenungkan hal ini, bahwa kita diciptakan untuk kebaikan bagi orang lain. Mari kita menempatkan diri kita sebagai sesama bagi orang lain, jangan hanya sekedar tau, namun mari kita wujudkan dalam tindak nyata kita.
Mungkin kita tidak bisa seperti apa yang dilakukan oleh Bunda Teresa atau Pak Daniel Alexander, namun mari kita mulai melakukannya bagi orang-orang disekitar kita. Keluarga kita, tetangga kita, teman-teman di sekolah atau di tempat kerja.
Kesimpulan: Siapakah sesamaku manusia?
1.      Setiap orang yang kita jumpai di dunia ini. Semua orang adalah sesamaku.
Apa yang harus dilakukan?
2.      Menempatkan diri sebagai sesama bagi orang lain

The end

1 komentar: