Total Tayangan Halaman

Kamis, 31 Maret 2016

Minggu, 27 Maret 2016

11 Tahun Gempa Bumi di Nias (28 Maret 2005-2016)



Masih hangat dimemoriku kejadian malam itu. Ya malam yang seharusnya menjadi waktu untuk beristirahat supaya bisa bersekolah esok harinya, menjadi malam yang begitu mencekam. Kira-kira jam 11 malam, 28 Maret 2005 gempa bumi melanda Nias, dan saya masih kelas 3 SMP. Saya yang sudah tertidur dengan pulas tidak bisa merasakan getaran gempa yang pertama, untunglah saya dibangunkan oleh kakak perempuan saya. Kemudian kita semua lari keluar rumah dan kemudian jongkok dibawah tanaman bunga milik tetangga sambil pegangan. Saat itu juga tanah tempat kami berlindung mulai bergetar. Ya tanah itu bergoncang dengan dahsyatnya, pohon-pohon tinggi yang ada dipinggir jalan ada sebagian yang tumbang.

Takut, ngeri, bingung, tidak tau harus berbuat apa, itulah yang saya dan saudara-saudara saya rasakan, dan mungkin dirasakan oleh semua masyarakat Nias saat itu. Ketakutan begitu menguasai kami saat itu. Tidak pernah terbayangkan akan mengalami hal yang seperti ini. Setelah gempa tersebut berlalu, ada kabar yang mengatakan bahwa akan ada tsunami dan masyarakat dihimbau untuk mencari dataran tinggi atau gunung. Malam itu, tengah malam, hanya diterangi oleh cahaya bulan, kami berjalan menuju sebuah tempat yang agak  tinggi. 

Tidak terhitung berapa kali nama Tuhan diteriakan, tangisan air mata para ibu dan juga anak kecil mewarnai malam itu, ditambah lagi dengan beberapa orang yang mengalami luka akibat runtuhan rumahnya terpaksa berjalan untuk menyelamatkan diri. Tidak pernah terbayangkan dalam pikiran kami kejadian ini menimpa kami. 

Saya juga masih ingat bagaimana malam itu kami berjuang menyelamatkan seorang ibu yang baru melahirkan bersama dengan bayinya. Ya...dia adalah tetanggaku. Sang ibu baru melahirkan sore hari sebelum gempa tersebut. Si ibu yang masih lemas, terpaksa kami bersama suaminya menggotongnya dari kamar dan dengan inisiatif sendiri dari teman yang lain langsung menggendong bayi yang baru lahir tersebut. Keluar dari kamar bukanlah hal yang mudah karena rumah mereka sudah retak akibat gempa beberapa menit sebelumnya, satu persatu tiang, bata, kayu-kayu mulai berjatuhan. Dan kami menggotang sang ibu di tengah puing-puing rumah yang mulai berjatuhan.

Dan anak gadis yang baru lahir tersebut sampai sekarang kami memanggilnya Gempa. Dia adalah anak yang akan selalu mengingatkan kami tentang gempa bumi yang pernah melanda Nias. 

Kami berhasil mencapai dataran tinggi dan puji Tuhan tidak ada tsunami. Esok harinya kita sebagian ‘turun gunung’ dan pemandangan mencengangkan ada di depan mata. Sebagian rumah milik warga ada yang ambruk, jalanan retak, bahkan ada yang terbelah. Dan yang lebih tragis lagi adalah kamar saya. Dinding kamar ambruk dan menimpa ranjang tempat dimana saya tidur. Kaget dan sekaligus juga bersyukur. Tidak terbayangkan apa yang akan terjadi denganku jika malam itu saya tidak dibangunkan oleh kakak saya. Melihat kondisi rumah kami, dari depan sampai belakang semuanya rusak. Rumah yang sudah ada sejak saya kecil dibangun dari hasil keringat orang tua, kini hancur, sebagian ambruk bagian belakangnya, dan bagian yang lainnya mengalami keretakan. Kemudian barulah saya dan saudara-saudara saya saat itu menangis dan bertanya “Tuhan mengapa?”. 

“Tuhan mengapa?” adalah pertanyaan yang terbesit dipikiran saya di usia anak kls 3 SMP. “Tuhan bukan ini yang aku inginkan”. Mungkin bukan hanya saya yang mempertanyakannya tapi juga mungkin hampir semua masyarakat saat itu. Aku tidak tau apa yang terbesit dipikiran anak-anak seusia saya saat itu. Yang jelas kami bingung. 

Kini sudah 11 tahun kejadian itu telah berlalu. Nias sedang dalam proses pembenahan khususnya dalam bidang pembangunan yang meskipun di dalam diwarnai dengan ‘KKN’. 

Yang jelas kejadian malam itu tidak akan pernah terlupakan karena banyak meninggalkan kisah dan bekas luka yang mendalam. Di antaranya adalah rasa trauma terhadap suatu getaran, rasa trauma terhadap suatu bunyi. Setelah kejadian itu, gempa susulan masih terus ada. Setiap kami belajar di kelas dan gempa tersebut ada maka kami semua berhamburan keluar ruangan. Terkadang karena bunyi sesuatu yang keras kami juga bisa berlari keluar ruangan, karena kami berpikir itu adalah gempa. Tidur di dalam tenda dalam jangka waktu yang cukup lama juga menimbulkan kesedihan yang mendalam. Mengikuti UN di bawah sebuah tenda milik tentara juga adalah pengalaman yang menyedihkan. Banyak kisah menyedihkan yang masih membekas dalam hidup saya, namun satu hal yang saya sadari bahwa “MESKIPUN INI TERJADI, TAPI SEPERTINYA TUHAN TIDAK PERNAH MENINGGALKAN UMATNYA”. Hidup dan mati, keberhasilan dan kegegalan, bukanlah standar penentu bahwa Tuhan menyertai umatNya atau Tuhan meninggalkan umatNya. Karena dalam keadaan apapun itu, Ia selalu hadir karena Ia adalah Tuhan yang Maha hadir. 

Berdoa untuk Nias yang semakin lebih baik.

Inilah kisah pengalamnku, mencoba untuk menuliskannya supaya menjadi abadi. Tulisan dengan segala kekurangannya mohon dimaafkan. 

bisa juga di baca di http://www.kompasiana.com/harefayayo/11-tahun-gempa-bumi-di-nias-28-maret-2005-2016_56f8af64f07a614a05ff8118

Selasa, 22 Maret 2016

Menguasai Keberhasilan

Pernah nggak sih lu ngerasa puas banget dengan segala pencapain yang lu raih??? Ada kepuasan tersendiri ketika kita menikmati hasil jerih lelah kita selama ini. Apa lagi ketika menjalani atau mengerjakan banyak tantangan, kesulitan, yang ditemui tetapi akhirnya bisa dilewati dengan sukses, maka kepuasan, sukacita karenanya sangat melimpah. Sangat memuaskan ketika kita bisa meraih suatu posisi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Sangat memuaskan jika akhirnya kita mendapatkan reputasi-reputasi misalnya sebagai eksekutif muda yang berhasil, penulis yang handal, pembicara kondang, bahkan reputasi diantara teman sepergegaulan, misalnya sebagai pemecah masalah yang handal, del el el.

Yang jelas (pada umumnya), sangat memuaskan jika kita pada akhirnya bisa meraih atau memperoleh apa yang kita inginkan.

Pencapain-pencapain dalam hidup bukanlah sesuatu yang salah, tapi jika lu terpana dengan segala pencapaian itu maka pencapain yang memuaskan itu bisa membuat kamu jatuh. Kenapa??? Pada saat itu banyak hal yang terkadang akhirnya lu tidak menyadarinya, terlalu menikmati kepuasan atas pencapain tersebut.

Integritas. Terkadang manusia lupa bahwa dalam posisi seperti itu integritas kita tetap dituntut, kemudian lu juga seharusnya perlu mengasah diri terus menerus, tapi terkadang klo udah pencapai sesuatu kita lupa untuk terus mengasah diri dan berkembang.

Sombong. Kesombongan juga adalah hal yang rentan terjadi bagi orang0orang yang meraih sukses, memandang rendah orang lain, pamer, tapi ya...memang itu adalah sifat alami manusia. Ya..boleh lah pamer dikit, tapi jangan lama-lama, ntar banyak orang yang semakin iri hati dan berusaha menjatuhkanmu, dan kamu juga akhirnya terus terbuai dengan kesombonganmu dan lupa dengan apa yang menjadi tanggung jawabmu. Akhirnya fokus pada diri sendiri, memuja diri sendiri.

nah...contoh-contoh di atas ini yang terkadang kita abaikan dan kita juga melakukannya :)

Pencapain yang elu dan gua raih dalam hidup ini di dapatkan karena usah kerja keras. Right??? Tapi, elu juga harus menguasai pencapaian atau keberhasilan-keberhasilan tersebut. Artinya jangan sampai ia menguasai hidup lu, tapi elu yang seharusnya menguasainya. Jadi ketika dia pergi suatu saat, kamu siap melepaskannya. Dan ingat bahwa hidup tidak hanya bisa dijalani oleh karena keberhasilan-keberhasilan yang memuaskan, tapi hidup dapat di jalani di dalam kelemahan-kelemahan yang elu miliki, bahkan dalam kegagalan-kegagalan yang elu alami.

Banyak orang yang jatuh bangun menjalani hidup ini. Elu nggak sendirian, dibelahan dunia lain, atau bahkan tetanggamu sendiri ada yang lagi mengalami hal seperti itu. So, teruslah berjuang dan NEVER-GIVE-UP!!!