SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA?
(LUKAS 10:25-37)
Syalom!!!!!!!!
Satu pertanyaan yang cukup menarik dan patut kita
renungkan “Siapakah sesamaku manusia?” Pertanyaan ini dilontarkan oleh Ahli
Taurat pada waktu itu, dengan satu tujuan untuk mencobai Yesus. Namun bukan
sikap mencobai Yesus yang akan kita bahas pada saat ini namun pertanyaan Ahli
Taurat ini yang perlu kita renungkan bersama “Siapakah sesamaku manusia?”.
Percakapan ini dimulai dari seorang Ahli Taurat yang
bertanya kepada Yesus, “Guru apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup
kekal?”. Pada ayat yang ke-26 Tuhan Yesus menjawab, “Apa yang tertulis dalam
hukum Taurat?”. Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan ini, sebab Tuhan
Yesus tahu bahwa Ahli Taurat ini mengetahui jawabannya. Ia adalah seorang Ahli
Taurat yang tentunya membaca Taurat setiap hari. Orang Yahudi ortodoks yang
ketat biasanya memakai kotak-kotak kecil yang disebut “phylactery” yang berisikan ayat-ayat tertentu dari Alkitab dan
digantungkan di sekeliling jubah mereka (ayat-ayat tertentu itu adalah Kel. 13:1-10; Ul. 6:4-9;
11:13-20).
Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan
dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri."(27). Pada ayat inilah terlihat bahwa Ahli Taurat tersebut sedang
mencobai Yesus. Sebenarnya ia telah tau jawabannya. Tuhan Yesus berkata,
perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.
Ahli Taurat bertanya “Siapakah sesamaku manusia?”
Siapakah sesamaku manusia? Bagi orang Yahudi, yang
menjadi sesamanya adalah orang-orang sebangsanya. Di luar itu adalah bangsa
kafir. Orang Yahudi adalah keturuan Abraham, yang mana keturunan Abraham
dibedakan dari semua bangsa lainnya. Israel menyadari dirinya sebagai bangsa
yang secara unik dibedakan dari bangsa-bangsa lain, karena dipisahkan bagi
Tuhan Allah sesudah keluaran dari Mesir (Ul. 26:5).
Pertanyaan yang penting, adalah bukan siapakah sesamaku
manusia?, namun yang terpenting adalah “Apakah saya membawakan diri sebagai
seorang sesama manusia?
Menurut saudara-saudara siapakah sesama manusia? Apakah
orang-orang yang setiap hari kita jumpai dan kita sapa? Apakah sesama kita itu
hanya teman-taman kita di gereja atau di sekolah? Apakah sesama kita itu hanya
orang-orang yang seiman dengan kita? Tuhan Yesus tidak langsung menjawab
pertanyaan ini, namun Tuhan Yesus menceritakan suatu perumpamaan.
Tuhan Yesus mengisahkan tentang seorang yang melakukan
perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho. Jalan ini merupakan jalan yang sangat
berbahaya, karena sering terjadi perampokan di situ. Orang yang diceritakan
oleh Tuhan Yesus, tidak ketinggalan untuk mengalami hal serupa. Ketika orang
itu sudah sekarat, lewatlah seorang imam, orang Lewi, dan orang Samaria.
-
Datanglah
seorang Imam, namun ia tergesa-gesa menghindar. Karena ia takut akan menjadi
najis, sehingga mengakibatkan ia tidak bisa melayani di Bait Allah. Baginya Bait
Allah dengan segala liturginya lebih berharga dari seorang manusia yang
membutuhkan pertolongan.
-
Datang
seorang Lewi, ia mendekat namun kemudian menghindar.Mungkin saja ia berpikir
bahwa ini adalah taktik dari para perampok. Bagi orang Lewi yang terpenting
adalah keamanan diri sendiri.
-
Kemudian
datang seorang Samaria. Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria . Namun
orang Samaria ini, menerobos gap di antara mereka, dan ia menolong orang yang
dirampok tersebut.
Melalui
cerita ini Tuhan Yesus memberi jawaban atas pertanyaan Ahli Taurat tersebut
Siapakah
sesamaku manusia?
1.
Setiap orang yang saya jumpai dalam
hidup saya
Dari
kisah yang diceritakan oleh Tuhan Yesus, Yesus mau menunjukan kepada
orang-orang Yahudi, bahwa pemahaman mereka selama ini tentang siapa sesama
mereka adalah salah. Sesama mereka bukanlah hanya sebatas sesama orang Yahudi
saja, namun bangsa lain adalah sesama mereka juga. Tuhan Yesus mau mematahkan
pikiran fundamental mereka, yang berpikir bahwa mereka lebih baik dari bangsa
lain (khususnya orang Samaria dalam cerita ini). Tuhan Yesus menunjukkan bahwa
orang Samariapun bisa berbuat baik.
Ilustrasi: Tokoh-tokoh
agama kristen yang bergerak dalam bidang misi kemanusia:
-
Bunda
Teresa
-
Daniel
Alexander
Kedua
tokoh ini adalah dua generasi yang berbeda. Bunda Teresa sudah wafat, dan Pak
Daniel Alexander masih hidup sampai sekarang. Bunda Teresa meninggalkan
kehidupannya di Biara, hanya untuk orang-orang terpinggirkan di Calcuta. Bunda
Teresa membalut luka orang Calcuta, menghibur hati yang sedih, dan ia
menempatkan kembali orang-orang terpinggirkan ini sebagai manusia. Pak Daniel
Alexander adalah orang Surabaya, yang sekarang tinggal di Nabire, Papua. Beliau
mengabdikan dirinya untuk orang-orang di pedalaman Papua. Sebagian besar
pedalaman Papua mengecap pendidikan karena misi beliau. Dan banyak anak-anak
pedalaman Papua yang telah berhasil ia sekolahkan.
Mungkin
kita berpikir “Apakah artinya orang-orang Calcuta yang jorok itu bagi Bunda
Teresa atau apakah artinya orang-orang pedalaman Papua itu bagi Pak Daniel
Alexander, sehingga mereka meninggalkan kehidupannya yang menyenangkan?”
Kedua
tokoh ini sadar bahwa orang-orang Calcuta dan orang di pedalaman Papua adalah orang-orang
yang perlu dikasihani. Mereka sadar bahwa orang-orang yang mereka layani adalah
orang yang sama dengan mereka, yaitu sebagai manusia, hanya saja keadaan seolah
menjadikan mereka bukan manusia.
Setelah kita mengetahu siapa sesama
kita apakah yang harus kita lakukan?
2.
Menempatkan diri sebagai sesama bagi
orang lain
Pada
akhir cerita ini, Tuhan Yesus bertanya kepada Ahli Taurat tersebut “Siapakah di
antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang
yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Ahli Taurat itu menjawab “Orang yang telah
menunjukkan belas kasihan kepadanya”.
Saudara-saudara,
apakah Imam dan orang Lewi yang lewat saat itu tidak tau bahwa itu adalah
sesama mereka? Sebenarnya mereka tau bahwa orang yang telah terkapar itu adalah
sesama mereka, namun inilah yang disebut hanya sebatas tau. Tahu bahwa orang
lain adalah sesamanya. Dari cerita ini Tuhan Yesus mau menunjukkan bahwa pertanyaan
yang terpenting bukanlah siapa sesamaku manusi, namun yang terpenting adalah “Apakah
saya membawakan diri saya sebagai sesama bagi orang lain?”
Tuhan
Yesus memberikan contoh 3 orang (imam, orang Lewi, dan orang Samaria). Orang
Samarialah yang berhasil menempatkan dirinya sebagai sesama bagi orang lain,
sedangkan yang duanya (imam dan orang Lewi) terjerat dalam legalitas keagamaan.
Inilah wujud dari sebuah kasih, yang mana kasih tidak hanya sekedar perasaan
saja, namun harus disertai dengan tindakan. Orang Samaria tidak mungkin bisa
menolong orang yang sekarat itu, mengingat orang itu adalah musuhnya, tanpa ia
memiliki kasih yang peduli kepada orang lain. Kasih tidak hanya menjadi
perasaan saja, tidak hanya sekedar ucapan yang muluk-muluk saja, namun harus
menjadi nyata dalam perbuatan praktis, tanpa adanya nepotisme.
Saudara-saudara
sudahkah kita menempatkan diri kita sebagai sesama bagi orang lain? Atau justru
kita menutup mata akan apa yang terjadi disekitar kia?
Ilustrasi
Seorang Raja sedang bergumul tentang
beberapa pertanyaan yang muncul dari dalam dirinya sendiri, dan tidak bisa
dijawab oleh orang lain. Raja ini bergumul tentang 3 pertanyaan:
1. Sebagai manusia yang hidup di dunia,
apakah yang harus saya lakukan?
2. Kapan saya melakukan hal tersebut?
3. Kepada siapa saya melakukan hal
tersebut?
Sang
Raja mengumpulkan para penasehatnya, ahli-ahli nujum ia kumpulkan supaya mereka
bisa menjawab pertanyaan tersebut, namun tidak ada satu jawabanpun dari mereka
yang bisa memuaskan sang raja. Setelah beberapa saat, sang raja mendengar bahwa
ada seorang bijak yang tinggal di dalam hutan. Kemudian sang raja bersama
pengawalnya pergi ke hutan, namun yang pergi menemui orang tua bijak itu
hanyalah raja sendiri, pengawalnya menunggu di pinggir hutan. Raja akhirnya
bertemu dengan orang tua tersebut. Raja bertanya dengan penuh hormat kepada
orang tua tersebut “Pak tua, saya mau bertanya, apakah yang harus saya lakukan
dalam hidup ini? kapan saya melakukan hal tersebut? dan kepada siapa saya
melakukan hal tersebut?” Namun sang bijak tidak menghiraukan pertanyaan sang
raja, justru ia terus melanjutkan aktifitas yakni bercocok tanam di halaman
gubuknya. Sang raja bertanya untuk yang kedua kalinya, namun orang bijak
tersebut masih belum menjawabnya. Akhirnya sang raja tidak bertanya lagi, namun
ia membantu pak tua tersebut untuk menanam beberapa tanaman. Tidak lama
kemudian, dari balik pohon-pohon yang mengelilingi gubuk pak tua, keluarlah
seorang laki-laki tidak kenal, yang berlumuran dengan darah. Dengan inisiatif, sang
raja memberi pertolongan kepada pemuda tersebut.
Sang
raja membalut luka pemuda tersebut, setelah siuman pemuda tersebut menjelaskan
apa yang ia alami. Ternyata ia adalah orang yang ingin membunuh raja, namun
dihalau oleh pengawal raja. Sang raja hanya tersenyum dan membiarkan pemuda itu
beristirahat. Pak tua akhirnyua buka mulut untuk bicara dengan raja “Paduka
raja telah menemukan jawaban dari pertanyaan paduka.”
“Bagaimana
bisa?” Tanya sang raja.
Pak tua
menjelaskan “Perbuatan menolong pemuda tadi adalah suatu kebaikan, dan
kebaikanlah yang harus kita lakukan dalam hidup ini, karena kita dilahirkan
untuk kebaikan. Kebaikan itu tidak perlu ditunda-tunda, namun hendaknya
dilakukan saat ini juga. Seandainya pemuda tadi tidak segera ditolong mungkin
ia akan mati. Hari esok siapa yang tahu, apakah kita hidup atau mati. Seekor
ayam tidak tau apa yang terjadi dengannya besok, apakah menjadi ayam jago atau
menjadi ayam goreng. Lakukanlah kebaikan itu bagi setiap orang yang kita jumpai
dalam hidup ini. Mungkin kita tidak mengenal mereka, namun mereka membutuhkan
kebaikan kita. Paduka raja tidak mungkin bisa melakukan kebaikan untuk semua
orang dimuka bumi ini, namun paduka bisa melakukannya untuk orang-orang yang
paduka temui, seperti pemuda tadi.”
Saudara-saudara
pernahkah kita bertanya tentang hal ini dalam kehidupan kita? Mari kita
merenungkan hal ini, bahwa kita diciptakan untuk kebaikan bagi orang lain. Mari
kita menempatkan diri kita sebagai sesama bagi orang lain, jangan hanya sekedar
tau, namun mari kita wujudkan dalam tindak nyata kita.
Mungkin
kita tidak bisa seperti apa yang dilakukan oleh Bunda Teresa atau Pak Daniel
Alexander, namun mari kita mulai melakukannya bagi orang-orang disekitar kita. Keluarga
kita, tetangga kita, teman-teman di sekolah atau di tempat kerja.
Kesimpulan: Siapakah sesamaku manusia?
1. Setiap orang yang kita jumpai di
dunia ini. Semua orang adalah sesamaku.
Apa yang harus
dilakukan?
2. Menempatkan diri sebagai sesama bagi
orang lain
The end