I. Mengapa Kristus harus menjalani sengsara, mati, dan bahkan turun ke dalam kerajaan maut?”
Filipi
2:6-8 mencatat penderitaan yang dialami oleh Kristus. Yang walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib. Jadi perendahan Kristus yaitu sengsara, mati,dan
bahkan turun ke dalam kerajaan maut. Di dalam kerendahan-Nya, Ia menanggung
segala murka Allah yang seharusnya ditimpakan kepada manusia. Di dalam
kerendahan-Nya Ia dapat menyelamatkan manusia dari hukuman dosa.
Penderitaan
yang dialami oleh Kristus bukan hanya sekedar penderitaan jasmani namun
keseluruhan hidup-Nya menderita. Dalam perjalan kehidupan-Ny di dunia ini,
mulai dari kelahira-Nya hingga pada kematian-Nya ia mengalami penderitaan.
Lahir di sebuah kandang, ancaman pembunuhan sejak bayi, ditolak, miskin, lapar,
pencobaan, dikhianati, ditinggalkan, dihina, difitnah, disesah, dan mati
(menanggung murka Allah). Kristus rela melakukan semuanya ini supaya misi Allah
untuk menyelamatkan manusia terwujud.
Kerendahan
Kristus yang berinkarnasi bukanlah suatu kebetulan. Mengapa Dia tidak datang ke
dunia sebagai seorang penguasa? Atau seorang prajurit? Atau seorang imam
(rohaniawan)? Atau seorang guru bijaksana? Mengapa Dia bukan seorang yang dapat
diagungkan dan dikagumi atau dihormati? Kehidupan-Nya menunjukkan kehidupan
seorang yang penuh kerendahan yang tidak dapat dipahami oleh sebagian besar di
antara kita. “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak
Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk. 9:58).[1] Di
dalam kerendahan-Nya inilah sebenarnya kita dapat melihat kasih Allah yang
begitu besar kepada manusia, tapi terkadang “balok didepan mata” manusia
menghalangi untuk melihat hal tersebut.
Penderitaan
yang dialami oleh Kristus bukan karena dosa yang Ia lakukan. Ada beberapa
bagian dalam alkitab yang menyatakan bahwa Kristus tidak bersalah (tidak
berdosa):
-
Pernyataan dari Yudas si pengkhianat (Mat. 27:
4)
-
Istri Pilatus yang meminta supaya Pilatus tidak
ikut campur atas perkara Yesus karena Ia adalah orang benar (Mat.27:19)
-
Pilatus tidak menemukan kesalahan yang dilakukan
oleh Yesus (Luk. 23:24)
-
Herodes tidak melakukan kesalahan yang setimpal dengan
hukuman mati (Luks23:15).
-
Kepala pasukan di Golgota megakui bahwa Yesus
adalah orang benar (Luk. 23:47).
Orang-orang
yang mengakui ini adalah bukan orang-orang yang percaya kepada Yesus tetapi
musuh Yesus. Namun mereka tetap mengakui bahwa Yesus tidak bersalah. Ini
semakin menunjukkan bahwa Yesus memang benar-benar tidak bersalah. Jika seorang
musuh mengakui bahwa lawannya tidak bersalah, bukankah itu sesuatu yang luar
biasa? Kristus menderita semata-mata hanya oleh belas kasihan yang Ia miliki
untuk manusia.
Puncak kesengsaraan Kristus
adalah kematian-Nya di atas kayu salib dimana Bapa meninggalkan-Nya. Kematian
Kristus tidak berarti bahwa Kristus telah kalah, akan tetapi kematian Kristus
merupakan tanda kemenangan yang diberikan kepada manusia. Hukuman dosa ialah
maut, untuk itulah Kristus mati supaya bisa menebus manusia dari hukuman dosa
tersebut. Utang terhadap dosa telah dilunasi oleh Kristus.
Kematian Yesus di atas kayu
salib menunjukkan bahwa Kristus telah menanggung kutuk atas kita. Dalam tradisi
Romawi penyaliban merupakan suatu penghinaan dan Tuhan juga mengatakan bahwa
terkutuklah orang yang mati disalib. Ulangan 21:23 mengatakan “maka janganlah
mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau
menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh
Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu." Hal ini menunjukkan bahwa Kristus telah
menanggung di atas kayu salib kuasa kutuk yang seharusnya diderita oleh
manusia. Di atas salib inilah Kristus menanggung kutuk terhadap manusia.
Penguburan Yesus menegaskan
bahwa Ia benar-benar mati. Ia menyerahkan diri kepada kuasa maut untuk
melepaskan umat-Nya dari kuasa maut tersebut. Turun dalam kerajaan maut
merupakan sebuah keadaan yang menjadi puncak dari penderitaan Kristus, Ia harus
mati di atas kayu salib dan Ia terpisah dengan Bapa. Ini adalah maut yang
dihadapi oleh Kristus.
Kristus melakukan dan rela
menjalani kesengsaraan ini hanya semata-mata oleh belas kasihan yang Ia miliki
kepada dunia. Yohanes 3:16 berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Tuhan memang
mengasih dunia ciptaan-Nya ini, namun kehidupan kekal itu hanya Ia berikan bagi
orang-orang pilhan Allah, yaitu orang-orang yang mau percaya kepada-Nya. Yesus
berkata “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yoh. 14:6). Di luar Kristus tidak ada
seorang nabipun yang berani mengatakan hal ini. Hanya Kristus yang bisa.
II. Makna Kristus harus menjalani sengsara, mati, dan bahkan turun ke dalam kerajaan maut.
Penderitaan yang dialami oleh Yesus
bukan karena dosa yang Ia perbuat namun penderitaan Kristus memiliki arti bagi
umat-Nya. Penderitaan Yesus yang puncaknya di atas kayu salib menjadi bukti
pengorbanannya, sebagai pendamai manusia dengan Allah. Paulus mengatakan dalam
suratnya kepada jemaat di Galatia, “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan
jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang
yang digantung pada kayu salib!" (Gal. 3:13). Penderitaan-Nya membuat kita
terbebas dari murka Allah. Kita mengalami kesalamatan hanya oleh karena Kristus
yang mau rela berkorban untuk menjalani penderitaan tersebut. Paulus mengatakan
dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “Lebih-lebih, karena kita sekarang telah
dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah”
(Rom 5:9).
Sengsara yang Kristus alami seharusnya membuat kita memiliki
rasa ucapan syukur yang besar. Betapa tidak kita bersyukur, karena Kristus yang
tidak berdosa mau mati untuk kita yang berdosa ini. Ia mewakili kita di hadapan
Allah. Penyaliban Kristus menunjukkan bahwa kita telah tersalib bersama-Nya.
Kehidupan baru Ia berikan kepada kita melalui kematian-Nya. Ia telah turun dan
menaklukan kerajaan maut, sehingga kerajaan maut tidak lagi berkuasa atas kita.
Kenapa kita harus mati lagi? Kristus mati bukan supaya
kita tidak mati, namun Kristus mati terhadap kuasa dosa yang membelenggu kita
dan kematian-Nya membukakan pintu kehidupan kekal kepada kita.
Penderitaan yang dialami Kristus juga seharusnya menjadi
penghiburan dan kekuatan bagi anak-anak Tuhan ketika berada dalam masalah,
penderitaan, pergumulan hidup yag berat, karena Kristus juga telah melawati
penderitaan yang kita alami, bahkan lebih dari yang kita alami saat ini.
Kita sebagai anak-anak Tuhan yang telah percaya dan
menerima kasih karunia Allah, seharusnya menjadi saksi bagi dunia ini.
Memberitakan keselamatan yang kita telah terima kepada orang-orang disekitar
kita. Tugas Amanat Agung Tuhan Yesus menjadi tanggung jawab kita bersama untuk
mengerjakannya.
Kiranya dapa memberi pemahaman dan sekaligus perenungan bagi kita semua, khususnya menjelang jum'at agung dan paskah yang akan kita peringati.
Kasih Allahku sungguh tlah terbukti. Ketika Dia serahkan
Anak-Nya. Kasih Allah mau berkorban untuk kau dan aku. Tak ada kasih seperti
kasih-Nya.
selesai
kenapa yesus kristus merelakan dirinya,mati di kayu
BalasHapussalam mersalgea
BalasHapustrimakasih atas tanggapannya,
kenapa yesus kristus merelakan dirinya,mati di kayu? coba deh mersal baca artikel di atas. Saya udah menjelaskannya di artikel tersebut.
Trimakasih, smoga memberi pencerahan
sangat baik....
BalasHapus